Satu orang tewas serta puluhan yang lain luka – luka usai pesawat Singapura Airlines dengan tujuan London – Singapura hadapi turbulensi parah, Senin (20/ 5).

Maskapai mengantarkan pesawat Boeing 777 – 300ER hadapi turbulensi hebat sampai terpaksa mendarat darurat di Lapangan terbang Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, pada jam 15. 45 waktu setempat, Selasa (21/ 5).

Kemudian, apa pemicu turbulensi pada pesawat?

Turbulensi merupakan keadaan kala kecepatan aliran hawa berganti ekstrem. Turbulensi dapat diakibatkan oleh banyak perihal, paling utama pola cuaca yang tidak normal.

Turbulensi umumnya terjalin kala suatu pesawat terbang lewat benturan hawa yang bergerak dengan kecepatan yang sangat berbeda.

Turbulensi ringan serta lagi sanggup menyebabkan penumpang merasakan ketegangan pada sabuk pengaman mereka. Beberapa barang yang tidak ditaruh dengan nyaman pula bisa bergerak di dekat kabin.

Dalam permasalahan yang parah, turbulensi dapat melontarkan penumpang di dekat kabin. Suasana ini dapat menimbulkan penumpang terluka parah serta terkadang menyebabkan kematian.

Mengutip BBC, sebagian besar turbulensi terjalin di awan yang ada aliran angin yang naik serta turun. Sebagian besar turbulensi tersebut lumayan ringan, namun pada awan yang lebih besar – seperti awan badai cumulonimbus – pergerakan hawa yang kacau bisa menimbulkan turbulensi lagi ataupun apalagi parah.

Tidak hanya sebab cuaca serta geografis – seperti badai petir, pegunungan, serta timbulnya awan tertentu – terdapat pula “clear air turbulence”, yang bisa mengagetkan pilot serta terjalin tanpa peringatan.

Stuart Fox, direktur pembedahan penerbangan serta teknis di tubuh penerbangan global Iata, berkata prakiraan cuaca yang menampilkan front cuaca yang tiba ataupun aliran hawa di atas pegunungan bisa menampilkan mungkin lebih besar terbentuknya turbulensi di hawa.

“Namun Kamu tidak dapat melihatnya. Kekuatan serta arah aliran hawa bisa berganti dengan kilat, serta prakiraan cuaca cuma bisa menampilkan kemungkinannya,” kata Stuart, mengutip The Guardian.

Angin yang berguncang semacam itu bisa membuat pesawat keluar dari jalurnya, kehabisan ketinggian dengan kilat, ataupun terombang – ambing dengan keras.

Kian Parah Akibat Krisis Iklim

Suatu riset yang dicoba para periset di Reading University menampilkan turbulensi terus menjadi parah akibat krisis hawa. Riset tersebut menguak turbulensi parah bertambah 55 persen dari tahun 1979 sampai 2020, sebab pergantian kecepatan angin di ketinggian.

“Proyeksi masa depan terkini kami mengindikasikan 2 kali lipat ataupun 3 kali lipat dari turbulensi parah di aliran jet dalam sebagian dekade mendatang, bila hawa terus berganti semacam yang kita harapkan,” kata Prof Paul Williams, salah satu penulis riset, mengutip Reuters.

Tetapi, dia berkata walaupun nyatanya terdapat korelasi yang kokoh, masih dibutuhkan lebih banyak riset.

“Masih sangat dini buat menyalahkan pergantian hawa secara tentu atas kenaikan turbulensi yang nampak baru – baru ini. Meningkatnya liputan media, yang dibantu oleh rekaman video dalam penerbangan dari telepon genggam penumpang, bisa jadi jadi salah satu faktornya,” tambah Williams.